21.2.10

KRISISIDENTITAS new link, old songs!!


Karena link download yang lama di megaupload sudahexpired, maka kami memberikan link download yang baru untuk kawan-kawan yang ingin mengunduh lagu-lagu kami, which has appeared on our mini albumInfeksi Berskala Global E.P., dan split albumbersama Gladiator. Berikut link download-nya:


Mediafire link untuk format .rar:

http://www.mediafire.com/?tmixximz1xc

4shared link untuk lagu satu per satu:


19.2.10

Cerita Cinta

Panas ya, kasian kamu keringetan,
Kamu jarang keringetan padahal, tapi cuaca panas ini bikin kamu keringetan,

......

Hujan ya, kasian kamu kebasahan, sampe-sampe pake jaket,
Kamu jarang pake jaket padahal, tapi gara-gara hujan kamu jadi pake jaket, biar ga terlalu basah..

Mandi sana, biar seger, biar keringet campur air hujannya ga bikin kamu sakit..

Cuacanya ga jelas akhir-akhir ini.

"Liburan yuk!", kamu bilang, "Ayo", aku berseru juga mengiyakan.

Tapi bawa anduk kecil untuk ngapus keringet, dan jaket yah, biar ga kehujanan.

Bosan emang, diam di satu tempat bisa ke mana-mana, cuacanya ga pernah bersahabat.

Panas, males keluar, hujan, apalagi.. Yaaa, terima sajalah.

Kamu katanya
caring ya? Romantis ya?
Haha, bener ternyata.
Kamu juga ngegemesin deh.

Hahahaha, walaupun keras kepala, tapi tetep bikin ketawa.

Malam itu, hujan deras, orang-orang lari-lari pake payung, sebagian lagi berteduh, kita masih makan malam, kamu makan nasi sama ayam, aku tambah tahu dan tempe, ditambah segelas es teh manis, jadi makanan rutin.. Kamu makannya dikit, tapi cepet laper lagi, "biarin lah", aku pikir, ntar juga tidur.

Setiap habis makan, ngobrol bentar, jangan langsung jalan, nanti kamu enek..
Hehehe.

Abis makan malam, biasanya pulang langsung ya, menelusuri lorong-lorong gelap penuh binatang. Ada siput, ada kodok, cacing, kadang-kadang ada ular. Padahal cuman lewat kolam doang tapi kayak kebun binatang. Hehe, sampe depan pondokan, buka dan gerbang, kamu masuk deh. Ga usah nunggu masuk pintu ah, lama, kamu kan jalannya kaya aku lagi jalan jongkok, kamu kan larinya kaya aku lagi jalan.

Whatever it takes, I Love You, Lalit. :D
Friday, February 19, 2010, I'm in Love.

8.2.10

Kasihan (IV)

Suatu hari, Asep ketemu Darman, ditantangin berantem si Darman, tapi Asep bonyok, dihajar berkali-kali, pulang sempoyongan, badan bengkak-bengkak, tapi Asep ga takut

Beberapa bulan kemudian, Asep lagi jalan kaki pulang ngamen, nemu golok, penuh darah katanya

Goloknya Asep bersihin, langsung Asep mikir, "Nanti si Darman dibacok aja pake golok ini ya", Asep mikir gitu karena pasti goloknya tajem, penuh darah, abis ngebunuh orang mungkin, katanya

Pulang ngamen lagi, Asep ngeliat Darman dari jauh, mau bales dendam, Darman bawa golok juga, ga jadi bales dendamnya, takut dibacok duluan katanya

Tapi Darman sempoyongan, lagi mabok keliatannya, jadi Asep berani nyamperin, langsung Darman dibacok pake golok yang selalu Asep bawa, disimpen di balik baju, di belakang, dimasukkin ke celana katanya

Darman berdarah-darah, mati, Asep seneng

Malemnya, Asep tidur, tapi ada suara orang ngegedor-gedor, Polisi katanya soalnya teriak teriak, "buka pintunya, ini Polisi", gitu

Asep ga mau masuk penjara, pasti disadisin, katanya, dia denger cerita dari temen-temennya yang udah pernah masuk penjara...

Makanya Asep kabur, lari dari pintu pinggir yang dibikin,

tapi tetep keliatan Polisi, Asep ditembak, mati...

Kasihan Asep..




Didedikasikan untuk semua yang mati gara-gara hal sepele, di gubuk pemulung, dan salah satu cerita di buku
Jurnalisme Sastrawi, berjudul Hikayat Si Kebo, karya Linda Christanty.

Haekal Adzani, 8 Februari 2010, 6:16 Petang

Kasihan (III)

"Asep pengen jadi premaaaaan!!", kata Asep
Tapi cuman mimpi, pas mimpi aja dia teriak

Asep masih ngamen, udah berani dia ga ngasih ke tukang palak, lemah katanya, ga kaya Darman
Uangnya udah banyak, udah sehat dia, di gubuknya udah ada tv, udah butut, tapi bisa nonton

Bapaknya akhirnya udah dikuburin, udah bau, banyak yang lapor sama orang kelurahan, atau kecamatan, Asep lupa

Asep masih sering nonton film laga, atau pertandingan tinju, kalau lagi bagus gambarnya

Asep pengen cepet gede, bales dendam sama Darman

Kasihan (II)

Ingat Asep?

Ya, bapaknya, Ujang akhirnya mati juga
Ga sempet dikuburin, 2 bulan didiemin di rumah
Ga ada uang kata Asep

Kata Asep, "Kalo bapak dikuburin, Asep juga ikut dikuburin, ikut mati, ga ada uang lagi, mendingan bapak didiemin, tapi Asep makan"

Kasihan Asep, dendam dia sama Darman

Darman tapi kuat, kaya binaragawan katanya, dulu pernah jadi tukang pukul di kelab malam jadi Asep ga berani bales

Darman masih demen malakin orang-orang lemah, ga peduli tua atau muda, tapi kalo sama orang kaya yang keliatannya curang, dia baik, ngejilat katanya biar dijadiin tukang pukulnya, uangnya gede

Asep ga sekolah, dia main sama anak pemulung lainnya, kadang-kadang ngamen, tapi kasian, dipalakin juga sama orang kaya Darman, namanya siapa ga tau

Makan sehari sekali juga cukup, asal keganjel, tapi Asep udah ga buncit, mendingan katanya, suka ada yang baik ngasih makan

Asep suka nonton film laga, belajar nendang, nusuk

Biar bisa bales Darman, katanya

Kasihan (I)

Kasihan Ujang, gelas plastik yang dikumpulkannya tidak mampu memberikan air bersih untuk anaknya

Anaknya, iya anaknya..

Asep, Asep anaknya Ujang, dia perutnya membuncit, membuncit katanya
Gara-gara ayahnya Ujang ditusuk oleh Darman, Asep tidak bisa makan

Darman? Siapa Darman?

Itu, Darman, preman galak itu tukang palak pengumpul gelas plastik
Ujang ditusuk Darman gara-gara gelas minuman kurang dua ons

Ujang dirawat di rumah, disiram air garam, tapi air beningnya keruh duluan

Loh? Katanya bening tapi keruh?

Iya keruh, mana ada air bersih di gubuknya

Tukang ngumpulin gelas plastik kok ga punya air bersih?

Iyalah, gelasnya doang, airnya dari mana?

Kasihan...

Asep juga diam saja, padahal di lihat saat Ujang ditusuk

Gak berani dia, takut ditusuk juga

Ibunya Asep udah mati dari dulu

Ditusuk Darman juga,
Darman memang sadis, tapi dia kuat

Gimana lagi?

2.1.10

2010, Fanatisme, dan Piala Dunia: Catatan Singkat

2010, ada apa? Bagi saya, yang spesial di tahun ini mungkin satu, Piala Dunia. Ya, 2010 merupakan tahun saat Piala Dunia digelar di Afrika Selatan. Piala Dunia selalu menghadirkan euforia tersendiri bagi insan penggemar sepak bola di seluruh dunia. Kita tahu, bahwa sepak bola bisa menjadi bahasa universal, tanpa mengerti bahasa asing, kita bisa mengerti bahwa sepak bola adalah sebuah permainan yang lebih dari kehidupan mereka tersendiri. Pemain, pelatih, penonton, dan semua insan sepak bola adalah makhluk hidup. Tapi di sisi lain, sepak bola menjadi hal yang melebihi makna hidup. Di sinilah kita bisa melihat bahwa sepak bola telah berubah menjadi sesuatu yang dimaknai lebih, bahkan cenderung berlebihan oleh segelintir orang, bahkan banyak orang.

Kita menyebutnya suporter, di Bandung biasa disebut bobotoh, dan di Italia biasa disebut tifosi, el tifoso, atau di Inggris, dinamakan hooligan, dan masih banyak sebutan-sebutannya. Artinya, apa yang mereka dukung, itu adalah hidup mereka. Saat Stadion Siliwangi masih digunakan secara rutin oleh Persib untuk bertanding, tribun penonton selalu penuh oleh para bobotoh, khususnya tribun Timur dan Selatan. Beberapa jam sebelum pertandingan, para bobotoh berbondong-bondong melakukan perjalanan dari berbagai pelosok Bandung, bahkan Jawa Barat. Tak jarang meresahkan warga yang melintas. Tapi itulah fanatisme, terkadang seorang fanatis berubah menjadi seorang Machiavellis yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kepuasan demi fanatisme mereka.

Salah? Benar? Tidak ada salah benar dalam fanatisme, sebuah fanatisme muncul di hati mereka bisa saja secara tiba-tiba, atau mungkin secara bertahap lalu mendasar dan mendarah daging. Bahkan turun temurun di dalam diri para fanatis. Siapa yang patut disalahkan? Bahkan pendidikan yang tinggi pun belum tentu bisa menjadi sebuah jaminan bahwa seorang fanatis tidak akan berbuat bodoh demi fanatisme, dalam konteks ini, sepak bola.

Menghadapi tahun 2010 ini, kita dihadapkan pada Piala Dunia, khususnya rakyat Afrika Selatan yang berbangga diri karena untuk pertama kalinya dalam sejarah, benua Afrika menjadi tuan rumah perhelatan sepak bola terbesar di dunia. Hooligan Inggris, Tifosi Italia siap membanjiri setiap penjuru Afrika Selatan dimana tim kesayangan mereka akan bertanding, belum lagi suporter tuan rumah. Itulah suporter, lintas negara dan benua, dimana tim kesayangan mereka bertanding, terkadang mereka melakukan
whatever it takes untuk hadir mendampingi tim kesayangan mereka.

Afrika Selatan, sebuah negara di selatan benua Hitam yang menjadi tuan rumah perhelatan 4 tahunan ini harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Modal superbesar yang dikeluarkan bisa kembali dengan devisa yang masuk, dan bahkan secara jangka panjang, perhelatan yang sukses akan menjamin kredibilitas mereka sebagai negara yang baik untuk dikunjungi. Kesuksesan dalam menjalankan event sepak bola, bisa menjadi sebuah kepercayaan jangka panjang bagi dunia luar. Saya tidak akan membahas ancang-ancang Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 karena terlalu dini, dan semua bisa berubah dalam waktu 12 tahun. Yang justru saya takutkan adalah rencana menjadi tuan rumah ini hanya akal-akalan untuk menggaet simpati dari masyarakat Indonesia yang cenderung gila bola agar orang-orang yang berada di belakang pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah memiliki banyak pendukung di belakangnya.
Lip service? Bukan tidak mungkin.

Piala Dunia selalu menjadi bahan perbincangan, bahkan saat Piala Dunia 2006 berakhir, semua orang sudah membicarakan tentang perhelatan 4 tahun ke depan, 8 tahun, 12, 16, 20, 24, bahkan seterusnya. Oleh sebab itu, tidak salah jika saya mengatakan bahwa euforia 2010 adalah Piala Dunia, karena kita sudah semakin dekat. Dengan 32 peserta di depan mata, rasanya mustahil jika Piala Dunia tidak menjadi bahan perbincangan banyak orang, khususnya penggemar sepak bola, semua kalangan.

Universalitas sepak bola, menjadi kunci, bagi kita semua, untuk mengerti, arti sebuah permainan, dan hidup.

Argentina dan Inggris, Persepolis dan Esteghlal, Persib dan Persija, Ajax dan Feyenoord, Barcelona dan Real Madrid, adalah segelintir contoh, dimana sepak bola bukanlah sebuah permainan yang menjadi urusan klub semata, tapi juga ribuan, bahkan jutaan orang di sekeliling mereka, yang acapkali bertindak "gila" untuk meraih kepuasan, bagi mereka, dan klub kesayangannya. Maka, Piala Dunia 2010, datanglah, dan biarkan suporter, pecinta sebuah permainan bernama sepak bola, dipuaskan, dengan permainan indah, melebihi hidup.