16.10.09

Dadu

Jadi kita kembali lagi pada dunia yang heterogen.
Miskin kaya tua muda kecil besar tuan nyonya.
Seperti enam sisi sebuah dadu yang berpeluang sama saat dilempar.
Saat itu pula derita berada di atas dan tawa tertimpa.
Tidak adil berbicara kapan tawa menyeruak di wajah tirus, dan kapan murung menyeruak dari wajah gembira.

Aku pernah menjadi seorang kuat, dan menindas-nindas.
Tapi kesesaatan itu membuatku sadar.
Kaki tak bisa selamanya memental ke kepala makhluk paling sempurna.
Ada kalanya kaki kita terikat dan butuh waktu melepas ikatannya.

Maka, demi setiap keberagamannya, tidak ada harap secuil pun untuk membuatnya homogen, hanya, harap yang menggunung, menggunung, menggunung, membuatku, menjadi cermin bagi diriku, bukan membuat -mu, -nya, mereka.
Bukan tuan, bukan.
Acak itu menebar senyum, tangis, luka, dan bahagia.
Dari situ lah, kita memilih dan membangun cermin itu.

Biarkan dua sisi dadu ku biarkan kosong, dan akan kupilih, apa yang akan kuisi.

Haekal Adzani.
16.10.09.2:22.a.m.

Tidak ada komentar: